Kediaman yang bingar

Atas segala sesuatu yang dirasakan, tidak akan pernah saya sangka yang jauh rupanya lebih mengenali. Yang tidak tahu lebih arif menebak apa yang bermain di hati. Setiap kali.

Setiap kali saya ditebak orang dengan tepat, setiap kali itu juga mesti bulan akan pecah di mata saya. Saya selalu diam kerana cuma itulah satu-satunya cara untuk saya jerit kekuatan saya menjadi satu-satunya lelaki di dalam rumah ini.

Sayalah tiang, sayalah dinding, sayalah bumbung, saya jugalah lantainya. Entah berapa kali saya fikir supaya tidak menjadi narsis. Tetapi ada saja suara-suara entah dari mana, menentang keras dan membuatkan saya merasa sia-sia dengan pengorbanan saya.

Saya takut kalau saya jauh dan kembali dengan menyesal. Tetapi menyesali keadaan saya yang sekarang, tetap juga menakutkan.  Adakah ini sebenarnya definisi bahagia? Mengundurkan keinginan sendiri dan menangis akur mengikut yang lain? Saya sudah tidak tahu yang mana satu.

Saya sudah tidak tahu sampai bila saya mampu bertahan lagi. Saya berdiri cuma kerana tanggungjawab. Sehingga saya rasa kebahagiaan saya sudah tidak ada.

Salahkah untuk merasa begitu?

Esa, kenapa?

Dan akhirnya segala tangga-tangga doa yang saya panjatkan sampai juga kepada kau dengan jawapan yang pasti, tetapi masih membingungkan.

Saya mengenang kembali hidup saya, merenung jauh sehingga hari saya pulang dari sekolah memakai tag nama berwarna merah, melihat adik saya yang masih di dalam buaian berwarna merah jambu.

Sejauh ini ya, kita? Banyak benar ujian-ujian yang kau hunjam tanpa bertanya. Sebanyak itukah sepatutnya kau beri supaya saya tidak lari dan berpaling?

Saya sudah terfikir untuk meninggalkan tanggungjawab-tanggungjawab saya yang saya rasa sudah cukup lelah dan tidak perlu dipikul seorang perempuan.

Sudahlah.

Saya tinggalkan kau pada surat ini agar satu hari  nanti saya berterima kasih tentang apa yang kau uji, dan apa yang kau tak langsung bagi.

Take Me With You

Ada yang tidak dapat saya terjemahkan untuk lebih lanjut membaca Tuan. Tapi segala perihal tentang saya seperti naskhah yang sudah terlalu biasa Tuan ulang bacakan.

Saya mengakui saya kehilangan rentak. Pincang langkah saya untuk kembali menulis perihal-perihal yang jelas, samar mahupun yang tak pernah nyata pada mata orang-orang.

Tuan antara penyebab saya tumbuh semula setelah patah. Kematangan fikiran Tuan antara musabab saya mengagumi, bahkan berterima kasih kepada Tuan kerana mengembalikan apa yang telah lama saya cari namun tak terjumpakan.

Tidak pernah termimpikan dek akal fikiran saya bahwa saya mampu bermula baru. Menderap langkah-langkah saya yang selama ini bertapak namun  tidak berjalan.

Mengenal Tuan membuatkan saya bersyukur dan lebih menghargai hidup dan segala yang telah saya entengkan selama ini. Mungkin tidak Tuan ketahui tetapi semangat yang hilang itu seolah ditemukan kepada saya kembali.

Terima kasih. Atas siapa pun kita, dan apa pun yang kita miliki atau tak punya.